Bandungdaily.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah mengalihkan sebagian jatah ekspor gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap prediksi defisit gas bumi nasional yang diperkirakan terjadi dalam periode 2025 hingga 2035.
“Maka sebagian yang jatahnya harus diekspor, kami untuk sementara memenuhi dulu kebutuhan dalam negeri,” ujar Bahlil dalam kunjungan kerjanya di Senipah, Kalimantan Timur, Rabu (30/4/2025).
Menurut Bahlil, prioritas pemenuhan kebutuhan domestik menjadi upaya strategis pemerintah untuk menghindari ketergantungan pada impor gas bumi di masa mendatang.
Ia menegaskan, bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan SKK Migas, pemerintah akan mengupayakan semaksimal mungkin agar kebutuhan gas bumi nasional dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Namun, jika kondisi memaksa Indonesia untuk mengimpor, Bahlil berkomitmen akan menyampaikannya secara terbuka kepada publik.
Bahlil mengungkapkan bahwa tahun 2026 diperkirakan menjadi periode paling krusial terkait ketersediaan gas bumi di dalam negeri.
“2026–2027 saya pikir mulai lifting gas kita, produksi kita mulai naik. Tapi 2026 saya pikir tahun yang ujian,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa defisit gas bumi saat ini disebabkan oleh perencanaan kebutuhan energi yang meleset pada masa lalu, khususnya dalam memperkirakan tingkat konsumsi gas bumi dalam negeri.
Sejalan dengan itu, Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Arief Setiawan Handoko, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Senin (28/4), mengungkapkan bahwa ketidakseimbangan pasokan gas bumi nasional terutama disebabkan oleh penurunan alami (natural declining) dari lapangan-lapangan gas yang ada.
“Kondisi defisit ini sudah terjadi sejak 2025 dan ini disebabkan utamanya karena natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” jelas Arief.
Arief menambahkan, defisit pasokan gas akan berdampak di beberapa wilayah utama, yakni Sumatera Utara, Sumatera bagian selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Untuk wilayah Sumatera bagian selatan hingga Jawa Barat, defisit pasokan gas bumi bahkan sudah mulai terasa sejak tahun ini, sebesar 177 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd), dan diperkirakan meningkat hingga 513 MMscfd pada 2035.
Sementara itu, untuk Sumatera bagian utara, defisit diprediksi akan mulai terjadi pada tahun 2028 dan berlanjut hingga 2035.
Dalam menghadapi tantangan ini, Arief menekankan pentingnya pengembangan pasokan gas dari hasil regasifikasi LNG domestik. Menurutnya, penggunaan LNG hasil regasifikasi akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas pasokan gas bumi nasional ke depan.
Pemerintah bersama para pelaku industri energi kini terus mendorong percepatan proyek-proyek pengembangan infrastruktur LNG serta eksplorasi lapangan-lapangan gas baru. Langkah-langkah ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.
(Redaksi)