Bandungdaily.id – Ketua MPR RI Ahmad Muzani menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dilakukan agar institusi tersebut lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Menurutnya, sudah hampir 25 tahun sejak undang-undang ini terakhir diperbarui, sehingga penyesuaian diperlukan untuk memperkuat posisi TNI di tengah dinamika nasional dan global.
“Undang-Undang TNI sudah lama tidak mengalami revisi, hampir 25 tahun. Saya kira sudah waktunya dilakukan penyesuaian agar tetap relevan dengan kondisi saat ini,” ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2025).
Salah satu aspek yang dibahas dalam revisi ini adalah kemungkinan perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Muzani menilai, banyak prajurit yang saat memasuki masa pensiun masih dalam kondisi prima dan memiliki pengalaman panjang yang dapat dimanfaatkan lebih lama.
“Menjadi seorang jenderal bukan proses yang singkat, melainkan melalui tahapan panjang dengan pendidikan serta biaya yang besar. Saat mereka pensiun di usia 58 tahun, banyak yang masih sehat dan mampu mengabdi,” ungkapnya.
BACA JUGA: TNI AL Rampungkan Pembongkaran Pagar Laut di Pantura Tangerang
Mengenai penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil, Muzani menegaskan bahwa hal itu tetap dimungkinkan, tetapi dengan syarat mereka harus lebih dulu pensiun dari dinas aktif.
“Selama presiden menyetujui dan prajurit tersebut sudah pensiun dari jabatannya, saya kira tidak ada masalah,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya aturan yang jelas mengenai posisi prajurit aktif yang ditempatkan di kementerian atau lembaga negara, agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan tetap menghormati supremasi sipil.
“Harus ada regulasi yang tegas dalam UU TNI agar tidak ada keraguan terkait penempatan mereka di jabatan sipil. Supremasi sipil tetap harus dijaga,” ujarnya.
Menanggapi kekhawatiran publik soal kemungkinan kembalinya dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru, Muzani membantah anggapan tersebut.
“Saya kira tidak demikian. Ada batasan-batasan yang jelas dalam revisi ini, sehingga tidak akan mengarah pada dwifungsi ABRI,” tegasnya.
Menurutnya, pro dan kontra yang muncul dalam pembahasan revisi UU TNI merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang sehat.
Ia memastikan bahwa perubahan yang diusulkan bertujuan untuk menyesuaikan peran TNI dengan kebutuhan zaman, tanpa menghilangkan prinsip keseimbangan antara militer dan supremasi sipil.
(Redaksi)