Bandungdaily.id – Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengajukan pencekalan terhadap mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi Harun Masiku menuai kritik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dalam pernyataan resmi, PDIP mempertanyakan dasar keputusan tersebut dan mengingatkan KPK untuk tetap profesional dalam menjalankan tugasnya.
Juru bicara PDIP, Chico Hakim, menilai bahwa keputusan KPK itu tidak memiliki kejelasan yang cukup. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan langsung Yasonna dalam kasus Harun Masiku.
“Kami sangat menyayangkan hal ini. Karena tidak ada kejelasan dan keterlibatan Pak Yasonna juga sama sekali tidak dapat dijelaskan terkait dengan kasus yang sedang berlangsung ini,” ungkap Chico kepada media, Kamis (26/12).
Dalam kritiknya, PDIP juga menyinggung potensi politisasi hukum yang dapat mengganggu integritas lembaga penegak hukum. Chico menegaskan pentingnya KPK untuk menjaga profesionalitas dan independensinya, terutama dalam menangani kasus sensitif seperti ini.
“Kami mengingatkan KPK untuk bertindak profesional dalam menjalankan proses hukum ini, di tengah dugaan kuat di masyarakat terhadap adanya politisasi hukum,” tambahnya.
Meski mengkritik langkah KPK, PDIP tetap menegaskan komitmen mereka untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Sikap ini juga berlaku terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, yang turut dicegah bepergian ke luar negeri dalam kasus yang sama.
“PDIP dan semua kadernya tentu menghormati semua proses hukum yang sedang berjalan,” tegas Chico.
KPK sebelumnya mengumumkan pencekalan terhadap Yasonna Laoly dan Hasto Kristiyanto pada 24 Desember 2024. Pencekalan ini berlaku selama enam bulan ke depan, dengan tujuan memastikan keberadaan keduanya untuk mendukung penyidikan kasus Harun Masiku.
Menurut juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, tindakan ini diperlukan karena keduanya dianggap memiliki informasi penting terkait kasus yang telah berlarut-larut ini.
“Larangan bepergian ke luar negeri dilakukan karena keberadaan YHL dan HK di Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan korupsi,” ujar Tessa.
Kasus Harun Masiku menjadi salah satu noda besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Harun, yang ditetapkan sebagai tersangka sejak Januari 2020, hingga kini masih buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
BACA JUGA: PDIP Tuding Ada Politisasi Hukum Dibalik Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka
Dalam kasus ini, Harun diduga terlibat dalam pemberian suap kepada anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk mengatur penetapan dirinya sebagai anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024. Wahyu sendiri telah divonis tujuh tahun penjara dan kini menjalani bebas bersyarat.
Meski demikian, keberadaan Harun Masiku masih menjadi teka-teki, dan penyelesaiannya terus menjadi perhatian publik.
Langkah KPK untuk mencegah Yasonna Laoly bepergian ke luar negeri memperlihatkan keberlanjutan upaya penyidikan terhadap kasus Harun Masiku. Namun, kritik dari PDIP juga menunjukkan bahwa penanganan kasus ini tak hanya soal hukum, tetapi juga menjadi isu politik yang sensitif.
Dengan posisi KPK sebagai lembaga independen, langkah ke depan harus benar-benar berdasarkan bukti dan hukum yang berlaku, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.