OCCRP: Daftar Tokoh Paling Korup Adalah Refleksi Persepsi Publik, Bukan Bukti Hukum

Mantan Presiden RI, Joko Widodo (Foto: Humas Indonesia)

Bandungdaily.id – Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mengeluarkan pernyataan resmi terkait munculnya nama mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), dalam daftar finalis “Tokoh Paling Korup di Dunia”.

Organisasi itu menegaskan bahwa daftar tersebut disusun berdasarkan nominasi dan dukungan publik secara daring, bukan melalui investigasi mendalam atau pembuktian hukum.

Proses Penentuan Finalis

Menurut OCCRP, tokoh-tokoh yang masuk ke dalam daftar didasarkan pada dukungan publik global yang diberikan secara daring. Drew Sullivan, penerbit OCCRP, menyatakan bahwa meski masyarakat luas sering mencurigai adanya korupsi, tidak semua nominasi didukung bukti kuat atau konsisten yang dapat membuktikan penyalahgunaan kekuasaan secara hukum.

“Para juri menghargai nominasi warga negara, tetapi beberapa nominasi tidak memiliki bukti memadai untuk mendukung klaim korupsi besar atau pola penyalahgunaan kekuasaan,” jelas Sullivan melansir Antara, Minggu (5/1/2024).

OCCRP secara eksplisit menyatakan tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam tindakan korupsi untuk keuntungan pribadi selama masa jabatannya.

Namun, organisasi ini mencatat adanya kritik dari masyarakat sipil dan para pakar yang menyoroti kelemahan dalam kebijakan antikorupsi selama pemerintahan Jokowi.

Beberapa kritik yang disebutkan antara lain:

  1. Pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Langkah ini dinilai secara signifikan mengurangi efektivitas lembaga antikorupsi di Indonesia.
  2. Kerusakan Lembaga Demokrasi: Jokowi disebut telah merusak institusi pemilu dan peradilan, meskipun detail spesifik dari tuduhan ini tidak disertakan.

BACA JUGA: Luncurkan Program Diskon Tarif Listrik 50 Persen di Awal 2025, PLN Majalaya Dukung Stimulus Ekonomi Pemerintah

OCCRP menegaskan bahwa tujuan utama dari daftar ini adalah untuk meningkatkan kesadaran publik tentang korupsi dan kejahatan terorganisir.

Organisasi ini mengakui bahwa beberapa pihak mungkin menyalahgunakan daftar tersebut untuk kepentingan politik atau ideologis, tetapi menekankan pentingnya transparansi dan inklusivitas dalam proses nominasi.

“Seharusnya ini jadi peringatan bagi mereka yang dinominasikan bahwa masyarakat sedang mengawasi, dan mereka peduli,” ucap Sullivan.

Masuknya nama Jokowi dalam daftar ini memicu perdebatan di Indonesia. Sebagian pihak melihat ini sebagai serangan terhadap reputasi mantan presiden yang dianggap sukses memimpin negara selama dua periode, sementara yang lain melihatnya sebagai refleksi kekecewaan publik terhadap kebijakan tertentu.

OCCRP menutup pernyataannya dengan janji untuk terus mengutamakan transparansi dalam setiap proses, sembari menekankan bahwa daftar tersebut adalah representasi persepsi publik, bukan bukti legalitas tindakan korupsi.

 

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan