Bandungdaily.id – Media sosial kembali menjadi sorotan setelah Kepolisian Republik Indonesia membongkar praktik kejahatan seksual berbasis digital yang berlangsung dalam grup Facebook bertajuk Fantasi Sedarah dan Suka Duka.
Enam orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang melibatkan unsur pornografi, asusila, hingga eksploitasi seksual terhadap anak.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, menjelaskan bahwa grup tersebut beroperasi secara tertutup namun aktif berbagi dan memperjualbelikan konten eksplisit yang melibatkan anak di bawah umur. Penangkapan dilakukan di sejumlah wilayah, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu.
“Tersangka MR, sebagai pembuat dan admin grup, membuat komunitas ini sejak Agustus 2024. Di ponselnya ditemukan ratusan gambar dan video bermuatan pornografi,” kata Brigjen Himawan saat konferensi pers di Gedung Bareskrim, Rabu (21/5/2025).
Tidak hanya berbagi konten, beberapa tersangka seperti DK diketahui menjual video dan foto cabul melalui akun palsu dengan harga Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Lebih mencengangkan, tersangka MS dan MJ membuat video asusila dengan anak secara langsung, menjadikan mereka pelaku sekaligus produsen konten kekerasan seksual terhadap anak.
Dalam penggerebekan, polisi menyita berbagai barang bukti seperti ponsel, akun media sosial, email, dan perangkat digital penyimpanan data.
Media Sosial: Sarana Ekspresi atau Ladang Kriminal Digital?
Kasus ini kembali memperlihatkan celah besar dalam pengawasan konten di platform digital. Grup-grup tertutup seperti Fantasi Sedarah menunjukkan bagaimana teknologi dapat disalahgunakan untuk aktivitas ilegal yang melukai kelompok rentan, seperti anak-anak.
Kepolisian menyatakan para tersangka menggunakan media sosial bukan hanya untuk konsumsi pribadi, tetapi sebagai medium distribusi dan monetisasi konten terlarang. Salah satu dari mereka, MJ, ternyata juga berstatus buron dalam kasus serupa di Bengkulu, dengan empat korban anak.
Enam tersangka kini dijerat dengan berlapis pasal dari Undang-Undang ITE, UU Pornografi, UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.
“Ini bukan sekadar soal pornografi. Ini adalah kejahatan serius terhadap anak yang memanfaatkan celah dunia digital,” tegas Himawan.
(Redaksi)