Bandungdaily.id – Menjelang akhir tahun 2024, masyarakat Indonesia dihadapkan pada ancaman cuaca ekstrem yang diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, memberikan peringatan serius terkait potensi peningkatan curah hujan akibat kombinasi fenomena cuaca global dan dinamika atmosfer yang aktif selama periode Natal dan Tahun Baru 2025 (Nataru).
Fenomena Cuaca Global dan Lokal
Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena La Nina memegang peran utama dalam peningkatan curah hujan, dengan potensi tambahan intensitas sebesar 20-40 persen. La Nina ini datang bersamaan dengan Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Cold Surge, yang secara kolektif dapat memperburuk kondisi cuaca di Indonesia.
“Fenomena ini adalah kombinasi yang jarang terjadi secara bersamaan. Dampaknya bisa signifikan, terutama di wilayah-wilayah rawan bencana hidrometeorologi,” ujarnya.
Dampak Luas
Banjir bandang, tanah longsor, hingga gelombang tinggi di laut adalah dampak langsung yang sudah dapat diprediksi.
Namun, cuaca ekstrem ini juga berpotensi memperburuk sektor lain:
- Transportasi: Gangguan jalur darat, laut, dan udara akibat hujan deras dan angin kencang.
- Kesehatan: Peningkatan penyakit terkait musim hujan, seperti demam berdarah dan infeksi saluran pernapasan.
- Ekonomi: Gangguan distribusi logistik dan kegiatan ekonomi lokal, terutama di wilayah pedesaan.
BACA JUGA: Rekomendasi Film Netflix untuk Liburan Natal dan Tahun Baru 2024
Masyarakat di daerah dataran rendah, wilayah pesisir, dan area perbukitan adalah yang paling terpapar risiko.
Peringatan cuaca ekstrem ini juga menjadi pengingat bahwa Indonesia perlu meningkatkan kualitas dan jangkauan sistem peringatan dini bencana.
Teknologi seperti SMS peringatan dini, aplikasi mobile, dan sistem sirine di wilayah rawan bisa menjadi solusi untuk meminimalkan korban dan kerugian.
Persiapan
Cuaca ekstrem seperti ini adalah gambaran kecil dari tantangan yang akan semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Indonesia, sebagai negara tropis dengan kepadatan penduduk tinggi, harus lebih adaptif dan proaktif dalam menghadapi realitas ini.
(Redaksi)