Bandungdaily.id – Generasi Z, atau Gen Z, adalah kelompok yang tumbuh bersama perkembangan pesat teknologi digital dan media sosial.
Media sosial bagi mereka tidak hanya sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai wadah untuk membangun identitas diri dan mencari ruang aman untuk berekspresi.
Salah satu fenomena yang muncul adalah penggunaan second account atau akun kedua di platform seperti Instagram dan Twitter.
Di akun kedua ini, mereka biasanya membagikan konten lebih personal dan autentik yang tidak ingin dipublikasikan di akun utama.
Fenomena ini pun menimbulkan pertanyaan, apakah second account hanya sekadar tempat berekspresi atau justru berpotensi menjadi tanda masalah kesehatan mental seperti depresi?
Mengapa Gen Z Memilih Second Account?
Menurut psikolog klinis dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Anindita Rahma, second account adalah cara bagi Gen Z untuk menciptakan ruang pribadi yang bebas dari ekspektasi sosial.
Di akun utama, banyak dari mereka merasa perlu menjaga citra diri yang sempurna dan sesuai norma masyarakat.
“Second account bisa mencerminkan kebutuhan untuk mendapatkan ruang yang lebih pribadi dan autentik dalam berkomunikasi,” jelas Dr. Anindita.
Ruang ini memberikan kebebasan bagi Gen Z untuk menunjukkan sisi lain mereka, termasuk emosi-emosi negatif yang mungkin terpendam di balik citra diri yang tampak sempurna di akun utama.
Tekanan Sosial dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental Gen Z
Kehadiran media sosial membawa tekanan sosial tersendiri bagi Gen Z, terutama dalam membentuk citra diri yang positif. Di akun utama, mereka merasa harus menjaga citra yang ideal, dan ini bisa menjadi beban.
“Penggunaan second account oleh Gen Z bisa jadi salah satu cara mereka untuk mengekspresikan diri tanpa tekanan dari ekspektasi sosial yang ada di akun utama,” ucap Dr. Anindita.
Namun, tekanan ini juga bisa mengindikasikan permasalahan psikologis. Seiring waktu, beberapa ahli kesehatan mental mempertanyakan apakah fenomena second account di kalangan Gen Z bisa menjadi indikasi awal masalah psikologis yang lebih serius, seperti depresi.
Indikator Awal Masalah Kesehatan Mental?
Penggunaan second account tidak serta merta berarti seseorang mengalami masalah kesehatan mental, tetapi bisa menjadi tanda adanya tekanan yang lebih dalam.
“Ketika seseorang menggunakan second account untuk mengungkapkan perasaan negatif seperti kesedihan mendalam, keputusasaan, atau isolasi sosial, ini bisa menjadi sinyal adanya masalah mental, termasuk depresi,” kata seorang psikolog dari Klinik Psikologi Mental Health Jakarta, Dr. Maria Novi.
Menurutnya, perilaku dan isi konten yang dibagikan di second account perlu diperhatikan secara lebih mendalam.
Jika akun tersebut didominasi oleh konten yang lebih bersifat destruktif atau berisi emosi-emosi negatif, seperti kesedihan dan keputusasaan yang berulang, ini bisa menjadi indikasi adanya depresi atau kecemasan sosial.
BACA JUGA: Hasil Riset: Konsumsi Susu Berisiko Tingkatkan Penyakit Jantung pada Wanita
Dampak Positif dan Negatif Second Account Terhadap Kesehatan Mental
Second account dapat memberi ruang yang aman bagi Gen Z untuk mengekspresikan diri, tetapi ada dampak positif dan negatif yang perlu diperhatikan:
Dampak Positif: Second account memungkinkan Gen Z untuk memiliki ruang bebas dari tekanan sosial di akun utama. Ini membantu mereka mengekspresikan emosi secara lebih jujur, termasuk menghadapi masalah hidup yang tidak ingin mereka bagikan secara publik. Hal ini bisa menjadi bentuk coping mechanism untuk mengurangi stres.
Dampak Negatif: Jika second account digunakan untuk berbagi perasaan negatif tanpa ada dukungan sosial yang positif, hal ini bisa menjadi lingkaran negatif yang memperburuk kesehatan mental. Konten yang berulang kali menunjukkan keputusasaan atau isolasi bisa mengindikasikan adanya masalah serius yang membutuhkan bantuan profesional.
Peran Orang Tua dan Lingkungan Sosial dalam Mendukung Gen Z
Orang tua dan lingkungan sosial perlu memantau perilaku Gen Z bermedia sosial, termasuk aktivitas second account.
Menurut Dr. Maria Novi, jika konten second account lebih bersifat destruktif atau mengisolasi diri, orang tua perlu memberikan dukungan emosional yang lebih besar.
Perhatian pada cara Gen Z mengekspresikan diri, baik dalam akun utama maupun akun kedua, dapat membantu mereka merasa lebih aman dan didukung.
Kesehatan mental anak-anak Gen Z dalam dunia digital harus menjadi prioritas, mengingat batas antara dunia maya dan dunia nyata yang semakin kabur.
Meskipun tidak semua penggunaan second account menjadi tanda depresi, penting bagi orang tua untuk peka terhadap perubahan emosi anak-anak mereka, terutama jika terdapat konten negatif atau berulang yang menandakan adanya tekanan psikologis.
Fenomena Second Account, Kebebasan Ekspresi atau Tanda Depresi?
Second account bagi Gen Z adalah cerminan dari tekanan digital yang mereka hadapi di era media sosial. Meskipun fenomena ini memberikan ruang ekspresi yang lebih autentik dan bebas, konten negatif di akun kedua bisa menjadi indikator awal masalah kesehatan mental yang perlu diwaspadai.
Perhatian dari orang tua, dukungan emosional, dan pendampingan secara psikologis diperlukan untuk memastikan bahwa penggunaan second account oleh Gen Z adalah bentuk ekspresi yang sehat, bukan tanda depresi.
Di era digital ini, batas antara dunia maya dan nyata semakin kabur. Orang tua, lingkungan sosial, dan para profesional kesehatan mental diharapkan bisa mendampingi generasi ini, sehingga mereka bisa menjalani kehidupan digital yang lebih seimbang dan sehat.
(Redaksi)